“Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi- mimpimu” (Andrea Hirata)
Teringat sebuah pesan singkat
dari seorang sodara..”Alloh sayang padamu dan akan memberikan apa yang engkau
pinta bahkan semakin sayangnya kepadamu Dia akan memberikan hal-hal yang tak
kau minta”. Subbahanalloh, mengingat sebuah kalimat singkat namun kaya makna
dan kesyukuran ini moga menjadikan jiwa dan diri ini untuk selalu bersyukur,
ikhlas, dan selalu berusaha menjadi hamba yang mencintaiNya (dan
dicintaiNya..aamiin).
Dan tak pernah terpikirkan jika suatu waktu
aku dapat kesempatan untuk menjejakkan kaki di provinsi paling barat Indonesia
ini..Sebuah kesempatan (menurutku, karena Dia yang telah mengatur segalanya..)
memberikan “anugerah” untuk mengunjungi belahan Indonesia yang lain selain
pulau Jawa (ehhehee..) melalui sebuah penugasan kerja.
Yah, hari penugasan pun
tiba..berangkat dari Bandara Soekarno Hatta siang itu menggunakan maskapai
Nasional menuju Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Di perjalanan kali ini,
entah senang ato terpana (mungkin lucu juga kalo diinget-inget..) keisengan
untuk menggunakan kamera muncul setelah melihat hamparan permadani putih nan
luas..hanya mulut “mlongo” saja yang
mungkin bisa tergambar saat itu..hehehhe..Subbahanalloh..Maha Luas
IlmuNya..begitu elok..cantik niaaaaaannnnnnnnn....Allohu Akbar..
Setelah tiba di penginapan..dan
melepas lelah..naluri untuk ge_je pun muncul, apalagi beberapa meter dari
penginapan terdapat Masjid Raya yang terkenal di Aceh..bahkan alunan merdu
kalam Illahipun terdengar hingga kamar penginapan..senja nan memukau..(meski
waktu sudah menunjukkan jam 18 kurang di Aceh, sinar mentari masih
terlihat..hehehhe..”mlongo’ untuk keberapa kalinya). Akhirnya, setelah berjalan
menyusur gang dan melewati pasar tradisional “Pasar Atjeh” tibalah di Masjid
Raya Baiturrahman..“mlongo” kembali (heheheh..mungkin tepatnya, judulnya
“mlongo Terus”..kwkwkwkkwk)..Subbahanalloh wallohu Akbar..Maha Kuasa Dia Yang telah
Menciptakan alam Semesta ini..gak dinanya aku bisa melihat saksi dari “tragedi
Tsunami 2004” di Aceh..bangunan putih nan megah ini berdiri kokoh menghadang
air bah yang menerjang..dan alhasil jeprat-jepret mengabadikan keindahan
Baitulloh yang kokoh berdiri di tengah kota Aceh..
Suasana nan religi
menyeruak meneduhkan hari yang tiba, suara alunan indah menyeruak ke angkasa
dari Masjid nan indah..menghamparkan jiwa kepada ketenangan batin..
Yah berkunjung ke Nanggroe Aceh
Darussalam memberikan kesan dan menorehkan kerinduan untuk datang berkunjung
kesana (berharap bisa menyebrang ke Pulau We juga...). Teringat pepatah “Dimana
langi dijunjung disitu bumi dipijak”..melancong ke negeri orang memberikan
pelajaran akan makna kehidupan, beragam budaya kaya warna memberikan pengajaran
akan sebuah persatuan..
Gerak dinamis dan
semangat tari Saman yang selalu memukau menggambarkan indahnya alam di tanah
Cut Nya Dien..religiusnya tari Saman mencirikan syariat telah ditegakkan..yah,
semoga Alloh bisa memberikan kesempatan untuk berpesiar disana
lagi...ehhehhehe...
1. Masjid
Baiturrahman
Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah masjid yang berada di pusat Kota Banda Aceh.
Masjid ini dahulunya merupakan masjid Kesultanan Aceh.Masjid Raya
Baiturrahman merupakan salah satu masjid termegah di Asia
Tenggara. Masjid ini berada di pusat kota Banda
Aceh yang bersebelahan dengan pasar tradisional Aceh, Nanggroe Aceh
Darussalam, Indonesia. Masjid yang menempati
area kurang lebih empat hektar ini berarsitektur indah dan unik,
memiliki tujuh
kubah, empat menara dan satu menara induk. Ruangan dalam berlantai
marmer
buatan Italia, luasnya mencapai 4.760 m2, dan dapat menampung hingga
9.000
jama‘ah. Di halaman depan masjid terdapat sebuah kolam besar, rerumputan
yang
tertata rapi dengan tanaman hias dan pohon kelapa yang tumbuh di
atasnya.Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol religius, keberanian dan
nasionalisme rakyat Aceh. Masjid ini dibangun pada masa Sultan
Iskandar Muda (1607-1636), dan merupakan pusat pendidikan ilmu agama
di
Nusantara. Pada saat itu banyak pelajar dari Nusantara, bahkan dari
Arab,
Turki, India, dan Parsi yang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu
agama.Masjid ini merupakan saksi bisu sejarah Aceh. Masjid ini merupakan
markas pertahanan rakyat Aceh ketika berperang dengan Belanda
(1873-1904). Pada
saat terjadi Perang Aceh pada tahun 1873, masjid ini dibakar habis oleh
tentara
Belanda. Pada saat itu, Mayjen Khohler tewas tertembak di dahi oleh
pasukan
Aceh di pekarangan Masjid Raya. Untuk mengenang peristiwa tersebut,
dibangun
sebuah monumen kecil di depan sebelah kiri Masjid Raya, tepatnya di
bawah pohon
ketapang. Enam tahun kemudian, untuk meredam kemarahan rakyat Aceh,
pihak Belanda
melalui Gubernur Jenderal Van Lansnerge membangun kembali Masjid Raya
ini
dengan peletakan batu pertamanya pada tahun 1879. Hingga saat ini Masjid
Raya
telah mengalami lima
kali renovasi dan perluasan (1879-1993).Peristiwa sejarah yang terakhir
adalah terjadinya bencana tsunami 24
Desember 2004. Ketinggian dan derasnya air tsunami hingga 2 meter yang
hampir
menggenangi ruangan dalam Masjid Raya, menjadi saksi sejarah bagi
kebanyakan
orang yang selamat ketika berlindung di Masjid Raya. Setelah air tsunami
surut,
di dalam Masjid Raya dijadikan tempat meletakkan ribuan jenazah korban
tsunami.Mesjid ini berkubah tunggal dan dapat diselesaikan pada tanggal
27
Desember 1883. Selanjutnya Mesjid ini diperluas menjadi 3 kubah pada
tahun
1935. Terakhir diperluas lagi menjadi 5 kubah (1959-1968).Masjid ini
merupakan salah satu masjid yang terindah di Indonesia yang
memiliki bentuk yang manis, ukiran yang menarik, halaman yang luas dan
terasa
sangat sejuk apabila berada di dalam ruangan masjid tersebut.
2. Museum Tsunami Center
Lafadz Alloh |
Ukiran Korban tsunami 2004 |
Museum ini
didirikan tahun 2009 oleh M Ridwan Kamil, seorang dosen arsitektur dari
Institut Teknologi Bandung, yang memenangkan sayembara lomba desain
Museum Tsunami Aceh.
Museum yang berdiri dengan gagah dan megah ini berada di Banda Aceh
dan
berjarak sekitar 1 km dari Masjid Raya Banda Aceh. Desain museum ini
adalah
penggabungan dari Rumoh Aceh, yang bertipe panggung, dengan konsep
escape
building hill yang berupa bukit untuk evakuasi bencana tsunami.Museum
ini seolah menjadi saksi bisu yang mengisahkan tentang kejadian pilu tujuh
tahun lalu, yang diawali dengan gempa berkekuatan 8,9 SR dan diakhiri dengan
tsunami yang seketika menyapu bersih Kota Banda Aceh. Di dalam museum terdapat berbagai macam foto-foto korban peristiwa tsunami
Aceh, nama-nama korban yang terpampang di sekitar dinding, informasi yang
merekam kejadian tsunami, jembatan perdamaian, yang di atas jembatan ini
terdapat bendera-bendera berbagai negara yang memberikan bantuan dan
bertuliskan damai dalam bahasa negara tersebut, serta media pembelajaran
seperti perpustakaan, ruang peraga, dan ruang 4D yang akan mengajarkan Anda
tentang pengetahuan terhadap tsunami dan simulasinya.Museum ini juga memiliki simbol dan makna. Saat memasuki pintu masuk utama
museum lorong nan gelap ditimpahi bunyi air serta alunan ayat-ayat suci
Al-Quran akan mengiringi perjalanan hingga memasuki sebuah ruang berbentuk
kerucut dimana diatasna berbentuk cerobong dan terdapat lafadz Alloh dan di
dindingnya terukir nama-nama korban Tsunami. Seolah menggambarkan hubungan
antara manusia dengan Tuhan sangatlah dekat. Museum ini menjadi simbol kekuatan masyarakat Aceh, warisan bagi generasi
mendatang dan menjadi tempat evakuasi jika terjadi bencana tsunami serupa.
Museum ini buka setiap hari kecuali hari Jumat.Berkunjung ke Museum Tsunami Aceh tidak hanya mengetahui lebih dalam tentang
peristiwa tsunami tujuh tahun yang lalu. Namun, tempat ini akan mengajarkan
Anda untuk lebih menghargai dan mencintai kehidupan, serta lebih tanggap dan
cepat untuk menghadapi suatu bencana alam.
3. Kapal Tsunami Aceh dan PLTD
Kapal (PLTD) ini memiliki berat 2.600 ton.
Memiliki panjang 63 meter dan luas 1.900 M2. Dengan ukuran tersebut, bisa
dibayangkan beban dan besarnya kapal.
Gelombang tsunami menghempaskan kapal ini sejauh 3 Km. Kapal yang memiliki nama PLTD Apung ini terombang-ambing tsunami dan menghancurkan rumah-rumah penduduk, hingga saat ini kapal PLTD ini “terpakir” di lahan pemukiman penduduk
Gelombang tsunami menghempaskan kapal ini sejauh 3 Km. Kapal yang memiliki nama PLTD Apung ini terombang-ambing tsunami dan menghancurkan rumah-rumah penduduk, hingga saat ini kapal PLTD ini “terpakir” di lahan pemukiman penduduk
Selain kapal PLTD, terdapat juga Monumen Kapal di
Atas Rumah, yang menggambarkan dahsyatnya terjangan gelombang laut saat tsunami
di Aceh, 26 Desember 2004 yang terletak di
Desa Lampulo, Kecamatan Kuta Kuta Alam, Banda Aceh, diaman kapal ikan berukuran
panjang 25 meter dan lebar 5,5 meter itu bertengger di atas rumah warga.
4.
pantai indah ini pernah muncul di slide film “Hafalan Sholat Deliasa”. Pantai Lhoknga yang berada di Aceh Besar, jaraknya hanya 20 km dari Kota Banda Aceh tepatnya dikawasan PT. Semen Andalas Indonesia. Sebelum stunami menghantam Aceh tahun 2004 lalu, kawasan pantai ini cukup memberikan nuansa wisata pantai yang alami. Banyak pohon-pohon rindang terutama pohon kelapa yang tumbuh berjejer dan rimbun memberikan kesejukan, juga pohon cemara atau aron.
Pantai pasir putih dengan sedikit bebatuan yang memantulkan warna biru laut seolah-olah sebuah aquarium karena menampakkan ikan-ikan yang berwarna-warni. Deretan penjaja makanan dan minuman dibawah pohon serta gunung yang hijau bersebelahan dengan laut, cukup melengkapi sebagi obyek wisata pantai yang alami. Banyak wisatawan baik lokal maupun manca negara setiap harinya mengunjungi atau sebagian orang singgah untuk istirahat sebentar untuk melanjutkan perjalanan ke pantai barat-selatan.Wisata Indonesia Surga Dunia.
Museum Cut Nyak Dhien berbentuk rumah tradisional
Aceh (rumoh Aceh), merupakan replika rumah srikandi Aceh, Cut Nyak Dhien. Pada
mulanya rumah ini adalah tempat tinggal pahlawan wanita Cut Nyak Dhien. Di era
Perang Aceh, rumah ini sempat dibakar oleh tentara Belanda (1893) yang kemudian
dibangun kembali pada permulaan tahun 1980an dan dijadikan museum. Pondasi
bangunan ini masih asli.
6. Wisata
kuliner di Aceh
7. - Ayam Tangkap
Nama yang unik dan cita rasa yang bisa menggoyang lidah membuat makanan
Aceh ini dikenal luas. Karena itu, taklah lengkap jika bertandang ke ujung
Pulau Sumatera ini tanpa mencicipi masakan khasnya. Ayam tangkap kadang juga disebut ayam sampah atau ayam semak. Tapi jangan
salah. Nama “sampah” disertakan karena ayam goreng ini bercampur dengan
dedaunan yang dipakai tak hanya sebatas penambah aroma, tapi juga enak dimakan.
Rasanya garing seperti kerupuk.Ayam tangkap memiliki rasa yang beragam; gurih, sedikit manis, dan
asin. Paduan rasa ini dikarenakan bumbunya berasal dari rempah-rempah khas Aceh
yang terserap ke dalam daging. Tulang-tulang ayam yang berbalut daging bisa
dengan mudah dikunyah karena sudah garing.
-
Mie Aceh
-
Ayam Lepas dan Lemas
-
Rujak Aceh
...terima kasih buat rekan-rekan di Kantor Perwakilan NAD khususnya Ibu Cut Ernawati, Mislinawati, dan Nuraina...
*dikutip dari berbagai sumber
3.
4.
5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar